Rutinitas di pagi hari: mencari koran
"Bila
karya kita ingin dibaca oleh orang lain, sering-seringlah membaca karya orang
lain. Juga, jika karya kita ingin dibeli orang lain, maka mestinya kita
mengapresiasi karya orang lain dengan membelinya pula."
Ingatanku
mengarah ke tahun 2009 lalu. Waktu itu, secara kebetulan ataupun tidak,
tiba-tiba saja aku tertarik membeli koran lokal yang di sana ada bacaan yang dibuat
TIM Smart Linggau Pos. Uang tabungan kuambil sebagian, hanya untuk membeli
koran hari minggu yang hingga kini masih kusimpan di rumah, setelah sebelumnya
kubawa ke tanah rantau, Indralaya.
Pun
di tahun 2010, ketika tercatat sebagai mahasiswa di Himma Fkip Unsri, dalam
sepekan pasti ada beberapa hari aku membeli koran yang beberapa kali sangat
disayangkan teman-teman karena mengeluarkan uang yang bila dialihfungsikan bisa
cukup makan sehari-dua hari.
Atau
kini, sejak dua bulan lalu sinau di Bilik literasi, setidaknya membaca koran
setiap hari menjadi kecanduan--bukan perihal gaya pejabat, konglomerat, atau
pengangguran--tapi akan ada pengetahuan dari lembar yang aromanya jelas
langsung tercium oleh hidung, beda halnya dengan bacaan yang ada di internet,
atau semisal e-book. Entahlah, aku lebih menyukai membaca koran, majalah, atau
buku dengan langsung memegang sumbernya.
Di
Jogja, tanah yang sejak SMA tiba-tiba saja memanggil untuk ditempati, setiap
pagi aku berjalan-jalan menuju kios-kios untuk memegang, melihat, dan membeli
salah satunya. Lagi-lagi, itu tak hanya sekadar ingin memiliki, setidaknya ada
digit rupiah yang mesti dikeluarkan.
Namun,
aku mulai sadar, menderma uang untuk membeli bacaan akan memberikan timbal
balik tanpa diperkirakan. Entah dari besarnya rupiah yang dikeluarkan, sebagian
pengetahuan, atau karya yang terus membara sebab membaca tulisan di sana.
Masih
kuingat, beberapa hari lalu, ketika tiba-tiba kak Muhammad Asqalani Reborn
menghubungi perihal pengambilan "rupiah" di salah satu media di
daerahnya. Aku pun tak menyangka bila akan mendapatkan itu. Olehnya, selama dua
bulan setelah pemuatan karya, aku tak pernah menyinggung perihal
"honor".
Atau
dari beberapa media, yang memang belum seberapa, namun ternyata semakin
menyadarkanku, "Segala pencapaian butuh proses. Keinstanan bisa saja
terjadi, tapi hasil tak mungkin mengingkari proses yang sudah dijalani."
Ya,
menderma uang untuk dapatkan bacaan sangatlah perlu! []
Yogyakarta, 4
Desember 2015
Moga
bermanfaat!
Mari silatirahmi di:
Facebook : Wahyu Wibowo
Twitter :
@WahyuKelingi
Blog : Sinauramerame.blogspot.com
Wahyu ngisi di Riau Pos? Waaah ... Aku terlewat kayaknya.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus