Laman

Senin, 17 Februari 2014

Kembali, Kisah Itu Terulang



Dua hari telah berlalu dengan begitu mengharu-birukan hati ini. Kisah yang terangkai tak seperti dibayangkan oleh 'isi kepala' sebelumnya. Ya, kisah itu terjadi ketika kesempatan itu mendekapi jiwa.

Bermula dengan pagi sabtu, menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan untuk 'Proyek Sosial dan Pagelaran Budaya'--Ala #FIM15 untuk acara #Super_Camp di FKIP Unsri bersama panitia lainnya. Ya, aku tak bisa mengikuti seluruh rangkaian acara hingga minggu siang.

Bertepatan hari sabtu itu juga, sekitar pukul 10.50 aku meninggalkan lokasi acara #Super_Camp untuk menuju 'Trifika' di Timbangan. Di sana sudah berkumpul Teman-teman anggota Flp Ogan Ilir juga Dantii Sii'Kagumi Urichiwa (FLP Prabu) tengah bersiap untuk menuju ke Sekolah Alam Bukit Siguntang untuk mengikuti #Writing_Camp FLP Se-Sumsel. 



Terhitung 24 anggota FLP sudah terdokumentasi secara rapi baik dalam ingatan maupun kamera saat itu. Sedang anggota lainnya ada yang sudah langsung menuju ke tempat, menyusul di sore hari ataupun pagi minggu. Anggota FLP Ogan Ilir yang ikut pada acara #Writing_Camp terdata ada 47 anggota. Sekitar pukul 11.30 siang aku menuju kembali ke acara #Super_Camp hingga setelah zuhur. 

 
Bertemu dengan seorang sahabat di pasar Indralaya yang akan mengajakku menuju desanya di Mayapati, Pamulutan Selatan. Pada pukul 14.12 kami meninggalkan pasar, menuju simpang Muara Penimbung, menuju beberapa desa hingga sampai ke desa Suka Merindu. Sampai di desa ini, aku teringat sekali dengan sebuah 'pengabdian di desa binaan’ yang dilakukan oleh BEM FKIP pada waktu kak Safriadi Abdullah, kak Firmansyah Firman, bahkan kak Lumantar Prasaja Muda. Terlihat di sana ada SD yang dulu pernah aku kunjungi waktu itu, SD 09 Pamulutan Barat.

Sampai di desa Suka Merindu, aku dan sahabatku itu menunggu 'Ketek' hingga satu setengah jam. Keringat bercucuran di balik baju dan jaketku siang itu. Menaiki 'Ketek' itu kami melewati desa Cahaya Marga, desa kedua (lupa namanya) dan sampailah di desa Sungai Lebung. Sekitar 15 menit kami menaiki kendaraan sungai itu.




Kemudian kami menuju ke desa Mayapati yang sangatlah terlihat dijalan tersebut koral-koral yang berdebu. Tak kurang dari 20 menit kami berjalan kaki menuju desa itu dari Sungai Lebung yang merupakan pusa ibukecamatan Pamulutan Selatan. Rasanya ada hal yang menggugah dan mengisahkan kisah yang pernah terjadi.

Keesokan harinya, terlihat begitu indah pemandangan luas yang sebagian besar terlihat air-air yang mengalir.Di sebagian sisinya, terlihat hanya satu dua rumah saja yang berada di sekitarnya. Pun ada beberapa rumah lainnya, itupun ada di selurus jalan yang ada di sana. Selain di sekitar jalan yang terbentang ke desa-desa, sangat sulit sekali ditemui rumah-rumah warga lainnya.

Pagi itu, aku menjumpai sebuah sungai bersama sahabatku itu. Lebih tepatnya dikatakan 'anak sungai'. Aku bermain bersama air, yang sebelumnya sangatlah sulit aku dapatkan. Sewaktu kecil, aku sering 'maling-maling' untuk ke sungai ataupun aliran air-air yang ada sawahnya namun juga ada tempat mandinya. Hingga lepas sudah rindu masa kecilku yang sebenarnya tak diizinkan juga. Namun, itulah anak kecil yang suka 'pergi tanpa meminta izin terlbih dahulu'.

Di sana, aku kembali 'menyibak-nyibakkan tangan dan kaki yang masih belum menyatu dengan air atau tubuh yang tak kunjung terapung'. Ya, aku melakukannya berulang-ulang. Banyak waktu kuhabiskan di sana, masih saja; aku belum mampu menyatukan tubuh ini dengan air. Selain itu, kami juga bermain dengan kerang, atau latihan menangkap 'bola' yang saat itu adalah kelapa muda yang terapung, juga menaiki 'biduk' dengan menggunakan 'satang bercangka' sebagai pengendalinya.

Aku merasakan perjalanan kehidupan kecilku yang sempat hilang kembali terulang. Masa-masa yang indah di 'kecamatan' yang lumayan jauh dari kota. 62 km menuju lubuk linggau, atau sekitar 6 jam menuju kota Palembang. Belum lagi, bersahabat sahabat kecil waktu itu, memancing dan menjaring ikan, mencari kayu bakar, mengumpulkan biji parah, menjual sayur 'genjer, kangkung, pakis ataupun yang ada', bermain layangan, atau apa saja. Aku menemukan itu semua di desa #Mayapati. Sungguh, kesempatan yang terindah bagi hidupku meski di balik itu da sebuah kisah lain saat mengenang ayah sahabatku itu.

"Kisah adalah asset yang sangat berharga. Alangkah indahnya jika kisah itu menuturkan cerita yang berkesan."

Selain itu, mataku juga menangkap pemandangan Gerobak Kerbau, Anak-anak bermain biduk hanya dengan piring plastik sebagai pendayungnya, anak-anak bermain kapal-kapalan hasil buatan sendiri yang berteknologi mesin, ibu-ibu yang menjala ika, ataupun hal lainnya yang sungguh memikat hati kecilku mengenai perjalanan yang sudah dilalui.



Terpenting dari semua itu, ada sebuah sebuah #Inspirasi yang kudapatkan dari sana. Anak-anak yang bisa dibilang di daerah terpencil di sana memiliki daya kreatifitas yang tinggi, budaya yang kental(semisal menenun), atau keinginan memperkenalkan nama desa itu. Sahabatku itu salah satunya, dia sejak berusia 12 tahun telah menimba pengalaman-ilmu di luar Mayapati. Banyak hal yang sudah dia berikan untuk desanya, salah satunya adalah "Tancapin dengan Pensil" yang akan dilakukannya dalam waktu dekat. Atau mimpi lainnya yang teramat banyak untuk kemakmuran desa yang baru teraliri listrik tahun 2013 lalu.

#Inilah_Kisahku

Hal yang terlewat, membantu Bazar U-read Unsri dalam UGT 2014, Bakti Sosial di Panti Asuhan Bersama Irma Gang Lampung, dan mengikuti Gath Fim Musi

Kamar Kos, 16 Februari 2014
Wahyu Wibowo

2 komentar:

  1. Vita : Ndak sibk-sibuk amat, masih lebih sibuk dan bermanfaat vita sepertinya.
    sudah masuk kuliah lagikah?

    BalasHapus