(Semesta Matematika)
Bismillahirrahmanirrahim….
Petang ini, terdengar suara
dari seberang. Suara yang lama tak kudengar setelah aku tak melanjutkan
belajar-mengajar "Matematika" di SMA itu: setahun lalu. Seorang adek
yang sejak pertama aku hadir ke SMA itu—mulai sejak PPL hingga benar-benar
mengajar—terus antusias mengikuti perjumpaan di kelas. Bahkan, keaktifan itu
pula yang tak segan bagiku untuk memberikan buku Telaga Kata Matematika,
bersama beberapa adek-adek lainnya.
Pun, ketika aku berminat
untuk 'ngobrol bareng' berkenan dengan tulis-menulis di WAW, ia menjadi
salah satu orang yang sering hadir. Entah, apakah itu sedikit keterpaksaan atau
memang berasal dari hatinya. Namun, faktanya, tulisannya berkesempatan 'nyangkut'
di dalam buku kumpulan "Puisi dan Cerpen" karya siswa, guru, dan
kepala sekolah SMA itu.
Terlepas dari itu semua, pada
kabar yang disampaikan petang ini, ternyata ia kini, selain melanjutkan studi,
juga turut mengajar di salah satu sekolah. Lalu, di petang ini, "Pelajaran
Matematika" di'diskusi'kan kembali sebab ia turut terlibat di sana:
mengajar Matematika. Ah, matematika. Banyak orang menduga bahwa aku sudah
melupakan matematika, tapi biarlah orang berkata apa. Toh, setiap hari, bahkan
detik-detik aku selalu berhubungan dengan 'Matematika'--dan aku pikir semua orang
pun begitu.
Lihat saja, ketika
menuntaskan sebuah tulisan, aku selalu menggunakan pengetahuan matematikaku:
menghitung (melihat) karakter, kata, atau halaman sebuah karya. Aku pula turut
menghitung pengeluaran yang tak tertahankan dan harus terus mengalir untuk
kebutuhan--dengan mempertimbangkan pemasukan lainnya. Atau, hal-hal lain, yang
tentu, seperti kata salah satu ilmuwan Matematika, yang kurang lebih berbunyi,
"Segala laku hidup ini adalah Matematika".
Memang Metematika dan
Kehidupan ini indah, serupa indahnya rangkaian kata-kata dalam dekapan
"Sastra". Pak Purwoko Pringgo
pernah pula mengatakan adanya keterikatan yang kuat antara Sastra dan
Matematika. Begini: "“Matematika dan sastra adalah dua mahakarya yang
saling melengkapi. Matematika mengasah ketajamanbernalar dan sastra mengasah
ketajaman bernaluri. Di dalam matematika ada soal cerita. Di dalam sastra ada
puisi matematika."
Kembali tentang “aku dan
Matematika”, pada hari ini saja, aku sempat berkomunikasi dan silaturahmi
dengan tiga dosen Matematika di kampus tempatku belajar. Bermula dari Pak Jaidan Jauhari (yang kini menjadi
Dekan Fasilkom), Pak Budi
Mulyono (dosen pembimbing PKM hingga ke PIMNAS--dan menjadi salah satu
dosen teramah dengan mahasiswa), serta Pak DrBudi Santoso MSi Rfp (dosen
yang sekaligus motivator, ketua ikatan alumni, dan [banyak lainnya], yang tak
pernah jerah memberikan semangat dan inspirasi hidup).
Tapi yang paling jelas, apa
pun kondisi dan kesukaanku dalam berbagi perihal Matematika, aku selalu
menjadikan "kehidupan" sebagai inspirasinya, atau daam bahasa ilmiah
(mungkin) dengan sebutan konteks. Hal itu terbukti, ketika aku berkesempatan
'privat', sharing, mengajar, karya tulis Matematika (bersama Ria Puspita di tahun 2013) atau
penelitian (skripsi), semuanya berhubungan dengan konteks kehidupan
sehari-hari, seperti yang Pak Zulkardi
Harun dan Bu Ratu Ilma
perkenalkan kepadaku perihal PMRI. Pun, dosen-dosen lain yang tentu tak bisa
disebut satu per satu petang ini.
Dan sekali lagi, bahkan aku
tak pernah melepas pengetahuanku tentang Matematika, bahkan aku pernah
meniatkan diri untuk mengenalkan Matematika dengan berbagai macam cara: mulai
Jarimatika (bersama mbak Tria
Gustiningsi & mbak Dea Alvionita
Azka), pun lewat "Puisi, Cerpen, dan Komik" bersama Ika Pratiwi, Dewi Ananti W, Dessylia Askarani, Wiwin Lestari, dan Desi Permata Sari. Mungkin
selain itu, di tahun-tahun yang akan datang, aku menemukan—mengembangkan diri
agar suatu hari nanti "Cinta Matematika" semakin tak terhitung
jumlahnya: tak hingga. []
Disalin dari tulisan
fesbuk sore hari [13]
Ruang
Inspiratif, Yogyakarta: 14 Januari 2016
Semoga
bermanfaat!
Mari
silatirahmi di:
Facebook
: Wahyu Wibowo
Twitter
: @WahyuKelingi
Blog
: Sinauramerame.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar